Sejak KPK lahir, citra KPK di
mata publik sangat baik. Publik menjadi memiliki harapan, bahwa KPK merupakan
lembaga yang sangat kuat yang dapat membantu Indonesia dalam memberantas
korupsi. Kinerja yang demikian merupakan sesuatu yang sangat membanggakan di
tengah maraknya budaya korupsi di Indonesia.
Kinerja KPK juga terbukti
sangat bagus. Dalam kurun waktu tahun 2011 saja, KPK sudah menyelamatkan
aset/kekayaan negara hingga Rp 159,9 triliun dan mengembalikan kerugian
negara dari penanganan tindak pidana korupsi mencapai Rp 134,7 miliar pada
tahun 2011, dan sejak tahun 2008-2011 terhitung mencapai angka Rp 975 miliar.
Beberapa pihak sepertinya tak
menyukai kinerja bagus yang diperlihatkan oleh KPK, dan karena itu berusaha
menghambat dengan berbagai cara. Cara-cara yang bersifat menghambat itu
misalnya dalam bentuk melakukan kriminalisasi terhadap KPK, penarikan penyidik
KPK oleh pihak Mabes Polri dengan alasan yang tidak rasional, penolakan oleh
DPR-RI untuk menyetujui anggaran pembangunan gedung KPK, dan juga melalui
usulan revisi UU KPK.
Seperti sudah diketahui oleh
publik, revisi itu antara lain akan mencabut kewenangan KPK untuk melakukan
penyadapan, penyidikian dan penuntutan yang diberikan oleh KPK sebelumnya oleh
UU No. 30 Tahun 2002. Kami percaya bahwa jika seluruh kewenangan itu dicabut,
maka KPK akan menjadi institusi yang lemah dan tidak berguna.
Tindakan Polda Bengkulu yang
ingin menangkap Kompol Novel Baswedan (penyidik KPK yang memeriksa Irjen Polisi
Djoko Susilo dalam kasus karupsi Simulator SIM yang melibatkan juga beberapa
perwira tinggi lainnya dari kepolisian) pada Jumat 5 Oktober lalu, menjadi
bukti kuat bahwa Polri sendiri berada dalam barisan yang ingin memperlemah
kinerja KPK. Menurut kami, insiden itu adalah sebuah blunder yang besar, dan
telah menimbulkan ketidakpercayaan publik kepada Polri dalam kerja
pemberantasan korupsi di Indonesia.
Sumber :
theglobejournal.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar