Kamis, 25 Oktober 2012

KPK



Sejak KPK lahir, citra KPK di mata publik sangat baik. Publik menjadi memiliki harapan, bahwa KPK merupakan lembaga yang sangat kuat yang dapat membantu Indonesia dalam memberantas korupsi. Kinerja yang demikian merupakan sesuatu yang sangat membanggakan di tengah maraknya budaya korupsi di Indonesia.
Kinerja KPK juga terbukti sangat bagus. Dalam kurun waktu tahun 2011 saja, KPK sudah menyelamatkan aset/kekayaan negara hingga Rp 159,9 triliun dan  mengembalikan kerugian negara dari penanganan tindak pidana korupsi mencapai Rp 134,7 miliar pada tahun 2011, dan sejak tahun 2008-2011 terhitung mencapai angka Rp 975 miliar.
Beberapa pihak sepertinya tak menyukai kinerja bagus yang diperlihatkan oleh KPK, dan karena itu berusaha menghambat dengan berbagai cara. Cara-cara yang bersifat menghambat itu misalnya dalam bentuk melakukan kriminalisasi terhadap KPK, penarikan penyidik KPK oleh pihak Mabes Polri dengan alasan yang tidak rasional, penolakan oleh DPR-RI untuk menyetujui anggaran pembangunan gedung KPK, dan juga melalui usulan revisi UU KPK.
Seperti sudah diketahui oleh publik, revisi itu antara lain akan mencabut kewenangan KPK untuk melakukan penyadapan, penyidikian dan penuntutan yang diberikan oleh KPK sebelumnya oleh UU No. 30 Tahun 2002. Kami percaya bahwa jika seluruh kewenangan itu dicabut, maka KPK akan menjadi institusi yang lemah dan tidak berguna.
Tindakan Polda Bengkulu yang ingin menangkap Kompol Novel Baswedan (penyidik KPK yang memeriksa Irjen Polisi Djoko Susilo dalam kasus karupsi Simulator SIM yang melibatkan juga beberapa perwira tinggi lainnya dari kepolisian) pada Jumat 5 Oktober lalu, menjadi bukti kuat bahwa Polri sendiri berada dalam barisan yang ingin memperlemah kinerja KPK. Menurut kami, insiden itu adalah sebuah blunder yang besar, dan telah menimbulkan ketidakpercayaan publik kepada Polri dalam kerja pemberantasan korupsi di Indonesia.

Sumber            : theglobejournal.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar